Rabu, 23 November 2011

MEMELIHARA DIRI





Dan wajib bagimu memelihara diri (wara’) dari segala sesuatu yang haram dan syubhat karena sesungguhnya wara’ adalah inti dari agama. Dan telah bersabda RasuluLlah SAW, “setiap daging yang tumbuh dari makanan haram maka nerakalah bagiannya”. Dan juga bersabda RasuluLlah SAW “barang siapa yang takut terhadap sesuatu yang syubhat, maka sesungguhnya ia telah terpelihara agamanya. Barang siapa yang terjatuh ke dalam syubhat maka ia akan jatuh ke hal yang haram”.
Dan ketahuilah sesungguhnya orang-orang yang mengambil barang haram dan syubhat maka sedikit sekali diantara mereka yang mampu menetapi amal shalih, dan kalaupun lahiriyah mereka mampu beramal shalih maka tetap saja mereka tidak terlepas dari afat (cacat) pada bathiniyahnya yang dapat merusakkan amal tersebut seperti ujub, riya’ dan lain sebagainya. Maka orang-orang yang memakan harta haram niscaya amal mereka tidak diterima, karena sesungguhnya Allah itu suci dan tidak menerima kecuali amal yang suci. Dan penjelasan dari yang dmeikian ini adalah bahwasanya amal ibadah itu tidak akan terjadi melainkan dengan gerakan anggota badan. Dan gerakan naggota badan tidak akan terjadi melainkan dengan perantaraan makan. Maka apabila yang dimakanan buruk, maka tenaga yang dihasilkan dari makanan tersebut buruklah pula.
Hadits sabda RasuluLlah SAW, “Barang siapa membeli pakaian seharga 10 dirham, dan padanya terdapat 1 dirham dari barang haram maka Allah tidak akan menerima shalatnya”. Jika demikian hukum dari sebuah pakaian yang harganya 10 dirham yang tercampur barang haram, maka bagaimana pula hukumnya apabila keseluruhan dari hal yang haram. Dan jika yang demikian ini hanya dalam masalah pakaian, yang pada dasarnya hanya masalah diluar badan, maka bagaimana pula yang terjadi dengan makanan, yang dapat menyelinap di sela-sela otot dan seluruh anggota badan dan mengalir di dalam tubuh.
Dan ketahuilah sesungguhnya haram itu ada dua macam,
1. Pertama sesuatu itu haram karena keadaan wujudnya memang demikian seperti bangkai, darah dan khamer dan lain sebagainya. Dan yang demikian ini tidak dapat berubah menjadi halal apapun bentuknya kecuali dikarenakan darurat atau terpaksa untuk mempertahankan hidup karena tidak mendapatkan yang lain.
2. Kedua sesuatu itu aslinya halal seperti gandum, air yang suci, akan tetapi menjadi milik orang lain, maka barang tersebut haram bagimu hingga melalui proses yang diatur oleh syari’at agama seperti jual beli, atau pemberian atau diwariskan dan lain sebagainya.
Adapun syubhat maka padanya ada beberapa tingkatan, diantaranya adalah apa yang diayakini keharamnya dan diragukan kehalalannya. Maka inilah syubhat dan hukumnya sebagaimana hukum haram. Dan diantaranya lagi adalah apa yang diyakini kehalalannya akan tetapi diragukan keharamannya. Maka syubhat yang demikian ini meninggalkannya adalah termasuk wara’. Dan diantarnya lagi adalah apa yang diantara keduanya seperti orang yang menimbang adakah ini haram, atau adakah yang demikian ini halal. Maka telah bersabda RasuluLlah SAW, “Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu”. Dan dapat dijadikan pertanda akan ke-wara’-an seseorang dengan ketelitian dan kepiawaiannya dalam memutuskan sesuatu yang musykil sehingga mas’alah menjadi jelas. Dan tidaklah hamba itu termasuk muttaqiin hingga ia mau meninggalkan sesuatu yang jelas halal karena khawatir dalam memperolehnya terjatuh dalam syubhat dan haram.
Dan telah bersabda RasuluLlah SAW, “Tidaklah sampai seorang hamba kepada derajat muttaqiin sehingga ia mau meninggalkan sesuatu yang tidak berbahaya dikarenakan takut di dalamnya terdapat bahaya. Dan telah berkata para sahabat RA, kami meninggalkan 70 bab dari yang halal karena takut terjatuh ke dalam haram. Dan inilah yang terjadi pada zaman dahulu, dan pada saat sekarang ini sukar dicapai hal yang demikian, la haula walaa Quwwata Illa buLlahil ‘Aliyil ‘Adhiim.
Dan wajib bagimu untuk mengetahui segala yang diharamkan Allah kepadamu agar engkau dapat menjauhinya, karena orang yang tidak mengetahui niscaya akan jatuh ke dalamnya. Dan tidaklah tersembunyi lagi bagi orang yang beragama bahwa mengambil yang jelas haramnya seperti memakan sesuatu yang tidak halal untuk dimakan seperti memakan hewan yang jelas ke-haramnya, demikian pula dengan mengambil milik orang lain secara aniaya dengan ghasab atau mencuri, maka sesungguhnya perbuatan yang demikian ini biasa dilakukan oleh penguasa yang zalim atau syaitan yang menyesatkan.
Adapun orang itu apabila dinisbatkan kepada kita terbagi menjadi tiga golongan, yang pertama yaitu orang yang engkau kenal akan kebaikan dan keshalehanya. Maka semua makanan dan apa yang berhubungan dengan mereka adalah baik oleh karena itu tiadalah perlu dipertanyakan perihal asal-usul makanan dan apa yang ada kepada mereka. Kedua, orang yang tiada engkau kenal, dan engkau tiada mengetahui apakah ia termasuk orang baik-baik atau jahat. Oleh karena itu apabila engkau ingin berhubungan atau menerima hadiah dari mereka, maka termasuk dalam hal menjaga diri / wara’ adalah apabila engkau menanyakan perihal hadiah atau pemberian tersebut akan tetapi dengan cara yang halus sehingga tidak menyinggung perasaannya, sehingga apabila engkau melihat bahwa hatinya akan tersinggung, maka diam (tidak bertanya) itu lebih baik. Ketiga adalah orang yang jelas-jelas engkau ketahui kezalimannya seperti orang yang menjalankan riba dan curang dalam perniagaannya dan tiada peduli dari mana dan bagaimana ia mendapatkan harta, maka sudah seharusnya apa yang dari mereka itu ditinggalkan dan dahulukan meneliti dan menanyakan hakikat harta yang diterima dari mereka. Maka semua ini adalah wara’ ya’ni mengetahui bahwa halalnya sesuatu yang berada di tangan merupakan hal yang sangat penting. Maka pada kondisi ini mewajibkan bagimu untuk berhati hati, apabila sampai kepadamu harta yang haram atau syubhat maka dengan tegas engkau menolaknya.
Dan takutlah dengan sebenar-benar takut akan riba karena sesungguhnya itu termasuk sebesar-besar dosa. Telah berfirman Allah Ta’ala, “
يا ايها الد ْين أمنوا اتقواالله ودْرواما بقي من الربى انكنتم مؤمنين ~
فان لم تفعلوا فاء دْ نوا بحرب من الله ورسوله
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.
Dan sesungguhnya RasuluLlah SAW telah memastikan bahwa memakan riba dan penulis dan saksinya dan sejumlah sabda beliau menerangkan bahwa semua itu adalah haram. Dan sesungguhnya haram menjual mata uang dengan mata uang yang sejenis, demikian pula emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum sejenis. Akan tetapi apabila tidak sejenis macamnya seperti emas dengan perak, kurma dengan gandum maka boleh dilakukan.
Dan tidaklah termasuk riba jual beli hewan dengan hewan, pakaian dengan pakaian, makanan dengan uang. Dan takutlah kamu melakukan الاحتكار yaitu membeli bahan makanan pokok yang sangat dibutuhkan orang banyak kemudian menyimpannya dengan niat akan menjualnya dengan harga tinggi sehingga mendapat keuntungan yang banyak.
Perkara selanjutnya, adalah terpikat oleh syahwat duniawi dan selalu berusaha meraih kelezatan-kelezatannya, dan pada saat itu juga sifat الورع menjadi sukar untuk dilaksanakan dan dengan seketika keadaan hatinya menjadi sempit. Sesungguhnya yang demikian ini adalah termasuk berlebih-lebihan, dan sesuatu yang halal tidaklah mengandung unsur berlebih-lebihan. Dan orang yang maksud tujuannya tentang dunia hanya sekedar mencukupi kebutuhan pokoknya dan menjaga sikap الورع , maka hatinya akan selalu bergembira dan lapang. Telah berkata Hujatul Islam Imam Al-Ghazali (semoga Allah merahmatinya) “Apabila dalam setahun engkau sudah puas قنعة dengan baju (pakaian) yang kasar dan dalam sehari semalam sudah merasa puas dengan dua potong roti maka tidak akan sulit bagimu memperoleh sesuatu yang halal yang menuckupkanmu”. Karena sesungguhnya barang yang halal itu banyak sekali macamnya oleh karena itu wajib bagi kamu utuk menjaga dari sesuatu yang engkau ketahui bahwa itu haram. Apabila keras keinginan hatimu untuk mendapatkan sesuatu yang engkau sukai maka termasuk wara’ adalah menjauhinya meskipun secara lahiriyah diketahui bahwa itu halal karena dosa itu biasanya yang mengeraskan hati dan membuat bimbang di dalam dada meskipun orang lain memberikan fatwa tentang kehalalannya. Dan yang demikian ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki mata hati yang terang.
Dan janganlah kita mengira bahwa wara’ itu hanya terbatas pada makanan dan pakaian saja akan tetapi umum pada segala hal. Dan sebaiknya apabila ditanganmu ada sesuatu yang halal lagi bagus, atau halal akan tetapi syubhat maka pilihlah sesuatu yang halal dan bagus, karena suatu rumah dengan hidangan makanan yang halal lagi bagus maka akan besar bekasnya pada menjernihkan hati penghuninya.

Rabu, 09 November 2011

Permasalahan kali ini yang saya ingin bahas adalah permasalahan seorang anak yang manja dan kurang mandiri. Orang tua sering mengeluhkan kepada saya. Aduh anak saya ini kurang mandiri, gimana caranya ya membuat dia mandiri. Kayaknya dia ini terlalu manja dech. Saya dulu dibesarkan orang tua dengan ekonomi yang pas-pasan. Akhirnya saya jadi berjuang sendiri untuk melakukan segala sesuatu. Anak saya ini sepertinya terlalu enak.
Biasanya ketika orang tua mulai mengeluhkan seperti itu, saya hanya berbalik menanyakan kepada mereka. “Pak, Bu.. sebenarnya Anda sudah tahu kan jawabannya harus bagaimana?”, “Lho maksud Anda bagaimana?” Mereka balik bertanya, “tadi Bapak Ibu sudah mengatakan bahwa ketika Anda dulu di besarkan pas-pasan dan Anda harus melakukannya semua sendiri. Dan anak Anda sekarang terlalu nyaman karena semua sudah Anda sediakan. Justru itulah permasalahannya, Anda menyediakan segala sesuatunya bagi anak Anda tanpa membuat dia berjuang. Anda sudah tahu permasalahannya tapi Anda masih lakukan”. Mereka mulai menyadari permasalahannya sekarang. “Tapi bagaimana lagi kan kasihan? Daripada dia repot-repot”. Justru itulah permasalahannya, kita tidak mau membuat anak kita repot. Sebenarnya itu tidak membuat anak kita repot. Sebenarnya itu untuk latihan yang perlu di jalaninya agar dia bisa mengembangkan dirinya.
Anak-anak yang kurang mandiri dan manja, adalah anak-anak yang tidak mengembangkan otonominya. Anda perlu tahu bahwa pada satu tahap perkembangan anak, mereka mempunyai sebuah tahap dimana mereka ingin otonomi lebih besar. Ini dimulai ketika mereka berusia 2 atau 3 tahun. Dia ingin melakukan sesuatu saat itu. Tetapi biasanya kita orang tua terkadang terlalu melindungi anak. Ketika dia ingin memanjat kursi, kita larang dia, “jangan nanti jatuh”. Ketika dia memegang sesuatu tidak kita perbolehkan karena takut pecah dan lain sebagainya. Nah, akhirnya anak ini menjadi pasif dan hanya menunggu apa yang kita berikan atau apa yang diberikan oleh pengasuhnya. Ketika hal ini terjadi bertahun-tahun maka kita sudah mulai membentuk sebuah pola dalam diri anak kita. Untuk menjadi pasif dan tidak mandiri. Cobalah Anda memberikan sebuah latihan agar anak-anak mengerjakan sendiri.
Jika Anda mempunyai anak yang sudah menginjak kelas 1 SD, sebaiknya jangan bawakan tasnya ketika dia turun dari mobil. Anda mungkin berpendapat, “aduh.. saya kan harus berangkat kerja, kalau tunggu dia lama banget”. Itu tidak boleh di lakukan. Anda bisa berangkat lebih awal jika Anda tahu itu akan membuat Anda terlambat dan biarkan dia bawa tasnya sendiri masuk ke kelasnya. Jangan hanya karena kita tidak mau repot akhirnya “udah sini tak bawain sudah masuk di kelas”. Itulah hal-hal kecil yang membuat anak Anda jadi kurang mandiri. Jika dia sudah bisa mengembalikan piring yang dia gunakan untuk makan ke tempat cucian, biar dia melakukannya. “Lho.. kalau begitu apa gunanya pembantu yang saya bayar”. Justru itulah masalahnya Anda tidak memberikan kesempatan anak Anda untuk mengembangkan dirinya. Semua itu perlu latihan. Anda tidak bisa membuat seorang anak mandiri tanpa sebuah proses. Sama seperti ketika dulu kita di besarkan oleh kondisi susah payah oleh orang tua kita. Saat itu orang tua kita mungkin tidak sengaja melakukan hal tersebut pada kita. Bahkan mungkin mereka merasa bersalah karena tidak bisa melayani kita sebaik mungkin. Tetapi justru itulah yang baik ternyata bagi kita, bagi perkembangan kita. Kita akhirnya menjadi seorang yang mandiri. Dan kemudian ketika kita sekarang sudah menjadi orang yang berhasil kita tidak melakukan itu pada anak, dengan alasan kasian.
Para pembaca yang budiman, inilah permasalahannya kita harus melatih anak kita untuk memiliki karakter mandiri. Kita harus memberikan kesempatan pada mereka seluas-luasnya untuk mengembangkan diri dengan mengerjakan banyak hal kecil-kecil yang sangat-sangat berguna bagi perkembangan karakternya. Ketika seorang anak  mengembalikan piring makannya di tempatnya, mengangkat tasnya sendiri, mengembalikan sepatunya pada saat dia telah selesai pakai, atau melakukan kegiatan kecil-kecil maka si anak akan merasakan sebuah harga diri yang positif. Dia akan merasa bahwa dirinya sejajar dengan orang dewasa yang melakukan hal-hal tersebut. Ini akan membuat percaya dirinya melambung tinggi. Oleh karena itu berikanlah kesempatan ini pada anak-anak anda. Anda tidak akan pernah kecewa melihat mereka bertumbuh dan berkembang dengan semangat kemandirian ketika mereka  mulai menginjak masa-masa remaja.
Jadi pastikanlah Anda memberikan suatu kesempatan pada anak Anda untuk melakukan apa-apa yang dia telah mampu lakukan. Itulah kunci untuk membantu seorang anak memiliki karakter mandiri, percaya diri dan mampu mengerjakan segala sesuatu dengan tanggung jawab penuh.

Selasa, 18 Oktober 2011

Pengertian konsumsi


Teori konsumsi dalam perspektif konvensional
Dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan(utility) dalam kegiatan konsumsinya semata. Utility secara bahasa berarti berguna, membantu atau menguntungkan.
Menurut Samuelson (2000) konsumsi adalah kegiatan menghabiskan utility (nilai guna) barang dan jasa. Barang meliputi barang tahan lama dan barang tidak tahan lama. Barang konsumsi menurut kebutuhannya, yaitu : kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier.
Teori konsumsi biasa dikatakan pula yaitu seluruh pengeluaran baik rumah tangga atau masyarakat maupun pemerintah.

Teori konsumsi dalam perspektif islam
Dalam pendekatan ekonomi islam, menurut MA Manan(1997;44) konsumsi adalah permintaan sedangkan produksi adalah penawaran atau penyediaan. Menurut beliau perbedaan ilmu ekonomi konvensional dan ekonomi islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi konvensional.
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Prilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.

FUNGSI KONSUMSI AGREGAT
Fungsi konsumsi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat konsumsi rumah tangga dengan pendapatan nasional dalam suatu perekonomian
Fungsi Agregat dalam konvensional
1.    J.M. Keynes
Terkenal dengan Absolut Income Theory (Teori pendapatan absolut). Keynes menyatakan tentang hubungan pengeluaran konsumsi dengan pendapatan nasional yang diukur berdasarkan harga konstan.
Jadi :       
C = f ( Y d )
C = Konsumsi
F = Fungsi
Yd = Disposible income (pendapatan yang benar-benar dapat dinikmati oleh rumah tangga).
Yd = Y – Tx + Tr
 
 


Tx   = Pajak ; Tr  = Transfer Payment (seperti Subsidi)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa besarnya konsumsi sangat tergantung pada besarnya pendapatan (Yd). Semakin besar pendapatan, maka semakin tinggi pula konsumsi (Yd ) dan sebaliknya.
Keynes mengatakan: Apabila pendapatan makin tinggi atau meningkat MPC tetap sedangkan APC akan menurun. Jadi makin tinggi income, makin kecil APC.
Besarnya konsumsi adalah :
C  = a + bYd atau
C  = Co + bYd
a atau Co adalah konsumsi terendah. Jadi meskipun pendapatannya nol, konsumsi tetap ada sebesar a atau Co.
b = MPC = Marginal Propensity to Consume
Yd = Disposible Income



Catatan :
                       

                       rC
MPC  =
                       rY
APC  = (Avarage Propensity to Consume) = C/Y
MPC + APC = 1
Besarnya MPC = 0 sampai 1 atau 0 < MPC < 1




                  C ( harga Konstan )
                                                
Y= C

                                                                        C
                         0                                            Co Y(harga konstan)
            Fungsi konsumsi menurut Keyness.




Dalarn pendekatan model keseimbangan pendapatan nasional, zakat, infak dan
shadaqah dapat dijelaskan melalui model maslahat/kesejahteraan umat manusia yang lebih
luas. Dalam ekonomi konvensional, keseimbangan pendapatan nasional:
Y=C
Dimana Y = pendapatan dan C=konsumsi
Sedangkan dalam ekonomi islam,
Yi=Cd+Ca
dimana :
Yi = pendapatan nasional dalam ekonomi islam
Cd = konsumsi untuk kepentingan dunia
Ca = konsumsi untuk kepentingan akhirat, yang terdiri dari konsumsi zakat (Cz)
ditambah dengan konsumsi infak dan sadaqah (Cis), Ca = Cz + Cis

Sebagai contoh jika diasumsikan bahwa fungsi konsumsi C = 25 + 0,75 Y, di mana  dengan zakat sebesar 2,5 % ditambah infak dan shadaqah. sebesar 2,5 % justru akan
meningkatkan pendapatan nasional. Secara. matematis efektifitas zakat, infak dan sadaqah
dapat dibuktikan melalui persamaan keseimbangan pendapatan nasional.

a.Dalam ekonomi k.onvensional keseimbangan terjadi pada saat Y = C
Y=25 +0,75Y
Y - 0,75 Y = 25 >>>Y =100 (keseimbangan)

b. Dalam ekonomi islam, kondisi muzakki (pembayar zakat, infak dan shodaqoh)
telah memiliki tambahan pendapatan untuk mustahiq (penerima zakat yaitu orang
miskin). Dalam teori konsumsi islam terdiri dari konsumsi dunia (Cd) dan konsumsi
akhirat (Ca), Ci = Cd + Ca. Karena konsumsi akhirat (Ca = Cz + Cis), maka konsumsi
Islam menjadi:
Ci= Cd+ Cz + Cis
Cd=25 +0,75Y
Cz = 0,025 Y
Cis = 0,025Y
Dalam ekonomi islam keseimbangan terjadi Y = Cd + Ca

Cd=a+bY(1-z-is)
     = 25 + 0,75 (Y —0,025Y
     = 25 + 0,75 (0,95Y)
     =25+0,7125Y
Ca= Cz + Cis
     =0,025Y + 0,025Y
     =0,05Y
Ci= 25 + 0,7125 Y + 0,05Y
    = 25 + 0,7625 Y
Karenadalam konsumsi islam Y = Ci, maka:
Y = 25 + 0,7625 Y
Y = 105,26316, dimana

Cd = 25 + 0,7125 (105,26316)
      =100 (muzakki)
Ca = 0,05 (105,26316)
      = 5,26136 (mustahiq)
Adapun pembuktian secara grafik sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar di bawah ini:

Efek Multiplier ZIS Terhadap Pendapatan Nasional













Pemisahan antara konsumsi zakat (Cz) dengan konsumsi infak dan shadaqah
dikarenakan antara. zakat dengan infak dan shadaqah memiliki perbedaan konsep dalam
pungutan dan penyalurannya. Zakat merupakan kewajiban bagi muslim yang memiliki
kekayaan yang telah mencapai nishab dan haul, sedangkan infak dan shadaqah merupakan
idle fund yang tidak terikat nishab dan haul maupun besaran jumlah persentase yang
hams disalurkan. Semakin besar infak dan shadaqah yang disalurkan, maka semakin besar
pula dampak multipliernya bagi perekonomian.

FUNGSI KONSUMSI INTERTEMPORAL
Konsumsi Intertemporal dalam ekonomi konvensional
Menurut Karim(2002;65-66) yang dimaksud dengan konsumsi intertemporal(dua periode) adalah konsumsi yang dilakukan dalam dua waktu yaitu masa sekarang(periode pertama) dan masa yang akan datang(periode kedua). Menurut Mankiw(2000;403-409) untuk mempermudah kajian yang dihadapi konsumen yang hidup selama dua periode. Periode satu menunjukkan masa muda konsumen, dan periode dua menunjukkan masa tua konsumen. Misalkan pendapatan, konsumsi, dan tabungan pada periode kedua adalah,, dan pendapatan, konsumsi, dan tabungan pada periode kedua adalah,,, maka persamaan diatas dapat dinotasikan sebagai berikut.
Periode pertama, tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi. Yaitu;
 =-
Dimana S1 adalah tabungan . Dalam periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan termasuk bunga tabungan, ditambah pendapatan periode kedua, yaitu;
==(1+r) +
Dimana r adalah tingkat suku bunga riil karena tidak ada periode ketiga, konsumen tidak menabung pada periode kedua.
Jika konsumsi periode pertama kurang dari pendapatan periode pertama, konsumen berarti menabung, dan S lebih besar dari nol. Jika konsumsi pertama melebihi pendapatan periode pertama, konsumen meminjam, dan S kurang dari nol.
Untuk menderevasi batas anggaran konsumen dari persamaan diatas dan digabungkan, maka diperoleh persamaan;
=(1+r)(-)+
(1+r)+=(1+r)+
+/1+r=+/1+r



Konsumsi intertemporal dalam Ekonomi Islam
Konsumsi Intertemporal dalam Ekonomi islam
Monzer Kahf berusaha mengembangkan pemikiran konsumsi intertemporal islami dengan memulai membuat asumsi sebagai berikut
a.       Islami dilaksanakan oleh masyarakat
b.      Zakat hukumnya wajib
c.       Tidak ada riba dalam perekonomian
d.      Mudharabah merupakan wujud perekonomian
e.      Pelaku ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan
Dalam konsep islam, konsumsi intertemporal dijelaskan oleh hadist Rasulullah SAW yang maknanya adalah yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang telah kamu infakkan.
Secara makro Islam, perekonomian terdiri dari dua karakteristik yang berbeda, yaitu muzakki dan mustahiq. Muzakki adalah golongan pembayar zakat. Sedangkan, mustahiq adalah golongan penerima zakat. Dua golongan ini mempunyai model konsumsi yang berbeda.
Golongan pertama, final spendingnya adalah Cz (total konsumsi muzakki) dikurangi Zy (zakat pendapatan), In (infak), Sh (Shadaqah), dan Wf (Wakaf). Golongan kedua, final spendingnya adalah Z (zakat yang diterima) atau Y (pendapatan) ditambah Z. Jika dibuat persamaan adalah sebagai berikut.
FS = Cz – (Zy + In + Sh + Wf) …(1)
FS = Z …(2)
FS = Y + Z…(3)
FS= Final Spending (konsumsi terakhir)
Persamaan (2) adalah model konsumsi bagi mustahiq kategori fakir, ibnussabil, dan fisabilillah. Tiga kategori ini tidak memiliki pendapatan sehingga Co (konsumsi primer)-nya sama dengan zakat yang diterima. Sedangkan persamaan (3) adalah model konsumsi bagi mustahiq kategori miskin. Kategori ini memiliki pendapatan tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya sehingga harus dipenuhi oleh zakat.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa zakat yang diterima oleh mustahiq menentukan tingkat konsumsinya. Sedangkan bagi muzakki, zakat akan mengurangi final spending-nya. Tetapi hal itu dirasa tidak memberatkan karena faktor keimanan para muzakki tersebut di mana perilaku konsumsi mereka sangat dipengaruhi. Motif utama konsumsi mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan primer, sekunder, tersier, tetapi juga kebutuhan untuk beramal shaleh.
Dalam ekonomi islam tidak mengenal adanya variable bunga, jadi fungsi intertemporal dalam islam menjadi;
 +  =  +  -  -  -  
Dimana, y=pendapatan total, rr =tingkat bagi hasil,z=besarnya zakat 2,5%, t=tingkat pajak
Bagi orang yang mendapat bantuan zakat, persamaannya;
 + =+ +  
Jika konsumen benar benar tidak memiliki penghasilan,maka konsumsinya sebesar bagian zakatnya(konsumsi=zakat yang diterimanya);
 +  =  +

Fungsi konsumsi Franco Modigliani dan Hipotesis daur Hidup
Pada 1950-an, Franco Modigliani, Ando, dan Brumberg menggunakan model perilaku konsumen Fisher untuk mempelajari fungsi konsumsi.salah satu tujuan mereka adalah mempelajari teka-teki konsumsi. Menurut model Fisher, konsumsi bergantung pada pendapatan seumur hidup seseorang. Modigliani menekankan bahwa pendapatan bervariasi secara sistematis sepanjang hidup orang dan bahwa tabungan memungkinkan konsumen memindahkan pendapatan dari waktu hidup ketika pendapatan tinggi ke waktu ketika pendapatan rendah. Interpretasi perilaku konsumen ini membentuk dasar dari hipotesis daur-hidup (life-cycle hypothesis).
Salah satu alasan penting bahwa pendapatan bervariasi selama kehidupan seseorang adalah masa pension. Kebanyakan orang akan merencanakan berhenti bekerja pada usia kira kira 65 tahun, dan mereka akan berekspektasi bahwa penghasilan mereka akan turun ketika pension. Tetapi mereka tidak ingin standar kehidupannya, mengalami penurunan besar, sebagaimana diukur dengan konsumsi mereka. Untuk mempertahankan konsumsi setelah berhenti bekerja, orang orang harus menabung selama masa masa kerja mereka. Mari kita lihat apakah motif untuk menabung ini mempengaruhi konsumsi.
Hipotesis:
Perhatikanlah seorang konsumen berharap hidup selama T tahun lagi, memiliki kekayaan W dan berharap menghasilkan pendapatan Y sampai ia pensiun selama R tahun dari sekarang. Berapakah tingkat konsumsi yang akan dipilih konsumen tsb, jika ia ingin mempertahankan tingkat konsumsi yang merata selama hidupnya?
Sumber daya seumur hidup konsumen terdiri dari kekayaan awal W dan penghasilan seumur hidup RxY.( untuk mempermudah r=0/ suku bunga 0) konsumen bisa membagi sumber daya seumur hidupnya diantara T tahun-tahun sisa hidupnya. Karena itu ia membagi total W+RY ini secara sama diantara T tahun dan setiap tahun mengkonsumsi
C=(W+RY)/T
Kita bisa menulis fungsi seseorang sebagai
C=(1/T)W+(R/T)Y
Misalnya jika konsumen mengharapkan hidup selama 50 tahun lebih dan bekerja selama 30 tahun, maka T=50 dan R=30, maka fungsi konsumsinya adalah
C=0.02W+0,6Y
Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi bergantung pada pendapatan dan kekayaan. Pendapatan ekstra $1 per tahun meningkatkan konsumsi sebesar $0,6 per tahun, dan kekayaan ekstra senilai $1 per tahun meningkatkan konsumsi sebesar $0,02 per tahun.
Milton Friedman dan hipotesis pendapatan permanen
Di 1957, Milton Friedman menyatakan hipotesis pendapatan-permanen (permanent-income hypothesis) untuk menjelaskan perilaku konsumen.Esensinya adalah konsumsi saat ini proporsional terhadap pendapatan permanen. Hipotesis pendapatan-permanen Friedman melengkapi hipotesis daur-hidup Modigliani: keduanya menggunakan teori konsumen Fisher untuk menyatakan bahwa konsumsi sebaiknya tidak bergantung pada pendapatan saat ini saja. Tapi tak seperti hipotesis daur-hidup, yangmenekankan bahwa pendapatan mengikuti pola reguler selama hidup seseorang, hipotesis pendapatan-permanen menekankan bahwa orang mengalami perubahan acak dan temporer dalam pendapatan mereka dari tahun ke tahun. Friedman menyarankan kita memandang pendapatan saat ini Y sebagai jumlah dari dua komponen, pendapatan permanen (permanent income) YP dan pendapatan transitoris (transitory income) YT  (Y= YP+ YT).
Perbandingan Perilaku dan Prinsip konsumsi antara Konvensional dan Islam
Dalam kerangka teori ekonomi konvensional, munculnya ilmu atau perilaku ekonomi
didasarkan kepada jumlah sumber daya (resource) yang terbatas dengan kebutuhan
(needs) yang tidak terbatas. Fenomena keterbatasan tersebut melahirkan suatu kondisi
yang disebut kelangkaan (scarcity). Munculnya kelangkaan mendorong berbagai
permasalahan dalam memilih (problem of choices) yang harus diselesaikan guna
mencapai suatu tujuan yang dinamakan kesejahteraan (welfare). Menurut sebuah buku
digital: Principles of economics Welfare adalah The study of how the allocation of
resources affects economic well-being diperjelas oleh Case/Fair dalam Principles of
Economics yang mengatakan bahwa kriteria penilaian pencapaian hasil ekonomi
berdasarkan kepada:
􀂃 Efficiency (allocative efficiency): menghasilkan apa yang dibutuhkan masyarakat
dengan biaya yang serendah-rendahnya
􀂃 Equity: fairness (keadilan)
􀂃 Growth: peningkatan total output dalam perekonomian
􀂃 Stability: kondisi output yang tetap atau meningkat dengan tingkat inflasi rendah dan
tidak ada sumber daya yang menganggur.
1. Prinsip Konsumsi
Alokasi Pendapatan
Dalam ekonomi konvensional tujuan konsumsi ditunjukkan oleh bagaimana konsumen
berperilaku (consumer behavior). Dalam mempelajari consumer behavior ada tiga
langkah yang dilakukan oleh ekonomi konvensional (Pyndick):
1. Mempelajari consumer preferences: mendeskripsikan bagaimana seseorang lebih
memilih suatu barang terhadap barang yang lain. Asumsi dasar dalam konsumsi:
􀂃 Preferences are complete pilihan-pilihan menyeluruh.
Preferences are transitive pilihan-pilihan bersifat konsisten A>B, B>C, maka
A>C.
􀂃 Consumers always prefer more of any good to less: konsumen selalu memilih
sesuatu yang banyak dibandingkan yang sedikit.
2. Mengetahui keberadaan budget constraint (keterbatasan anggaran/sumber daya).
3. Menggabungkan antara consumer preferences dan budget constraint untuk
menentukan pilihan konsumen atau dengan kata lain kombinasi barang apa saja yang
akan dibeli untuk memenuhi kepuasannya.
Manusia termasuk makhluk multidimensi, yaitu makhluk yang di dalam dirinya terdapat berbagai aspek yang cenderung menggerakkan manusia untuk berbuat, bertindak dan membutuhkan sesuatu. Sehingga manusia terdorong untuk melakukan sesuatu guna memenuhi kebutuhannya.
Telah dijelaskan dalam ekonomi konvensional, bahwa perilaku konsumsi mencakup kegiatan kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani guna mencukupi kelangsungan hidup. Perilaku konsumsi individu berbeda beda, perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan pendapat dan latar belakang.
Dalam perspektif ekonomi konvensional dikatakan lebih banyak selalu lebih baik. Sementara dalam islam ada beberapa etika ketika seorang muslim berkonsumsi :
Menurut M.A. Manan :
1.       Prinsip Keadilan
Berkonsumsi tidak boleh menimbulkan kedzaliman, berada dalam koridor aturan atau hokum agama, serta menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Islam memiliki berbagai ketentuan tentang benda ekonomi yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi.
2.       Prinsip Kebersihan
Bersih dalam arti sempit adalah bebas dari kotoran atau penyakit yang dapat merusak fisik dan mental manusia, sementara dalam arti luas adalah bebas dari segala sesuatu yang diberkahi Allah. Tentu saj benda yang dikonsumsi memiliki manfaat bukan kemubaziran atau bahkan merusak.
3.       Prinsip Kesederhanaan
Sikap berlebih-lebihan (israf) sangat dibenci oleh Allah dan merupakan pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi. Sikap berlebih-lebihan ini mengandung makna melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung memperturutkan hawa nafsu atau sebaliknya terlampau kikir sehingga justru menyiksa diri sendiri. Islam menghendaki suatu kuantitas dan kualitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efesien dan efektif secara individual maupun sosial.
4.       Prinsip Kemurahan hati.
Dengan mentaati ajaran Islam maka tidak ada bahaya atau dosa ketika mengkonsumsi benda-benda ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena kemurahanNya. Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan yang membawa kemanfaatan bagi kehidupan dan peran manusia untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah maka Allah elah memberikan anugrahNya bagi manusia.
5.       Prinsip Moralitas.
Pada akhirnya konsumsi seorang muslim secara keseluruhan harus dibingkai oleh moralitas yang dikandung dalam Islam sehingga tidak semata – mata memenuhi segala kebutuhan.
Menurut Yusuf Qardhawi
  1. Membelanjakan harta dalam kebaikan dan menjauhi sifat kikir.
Harta diberikan Allah SWT kepada manusia bukan untuk disimpan , ditimbun atau sekedar dihitung-hitung tetapi digunakan bagi kemaslahatan manusia sendiri serta sarana beribadah kepada Allah. Konsekuensinya, penimbunan harta dilarang keras oleh Islam dan memanfaatkannya adalah diwajibkan.
2.       Tidak melakukan kemubadziran.
Seorang muslim senantiasa membelanjakan hartanya untuk kebutuhan-kebutuhan yang bermanfaat dan tidak berlebihan (boros/israf). Sebagaimana seorang muslim tidak boleh memperoleh harta haram, ia juga tidak akan membelanjakannya untuk hal yang haram. Beberapa sikap yang harus diperhatikan adalah :



3.       Menjauhi berutang.
Setiap muslim diperintahkan untuk menyeimbangkan pendapatan dengan pengeluarannya. Jadi sberutang sangat tidak dianjurkan, kecuali untuk keadaan yang sangat terpaksa.
b. Menjaga asset yang mapan dan pokok.
Tidak sepatutnya seorang muslim memperbanyak belanjanya dengan cara menjual asset-aset yang mapan dan pokok, misalnya tempat tinggal. Nabi mengingatkan, jika terpaksa menjual asset maka hasilnya hendaknya digunakan untuk membeli asset lain agar berkahnya tetap terjaga.
  1. Tidak hidup mewah dan boros.
Kemewahan dan pemborosan yaitu menenggelamkan diri dalam kenikmatan dan bermegah-megahangat ditentang oleh ajaran Islam. Sikap ini selain akan merusak pribadi-pribadi manusia juga akan merusak tatanan masyarakat. Kemewahan dan pemborosan akan menenggelamkan manusia dalam kesibukan memenuhi nafsu birahi dan kepuasan perut sehingga seringkali melupakan norma dan etika agama karenanya menjauhkan diri dari Allah. Kemegahan akan merusak masyarakat karena biasanya terdapat golongan minoritas kaya yang menindas mayoritas miskin.
4.       Kesederhanaan.
Membelanjakan harta pada kuantitas dan kualitas secukupnya adalah sikap terpuji bahkan penghematan merupakan salah satu langkah yang sangat dianjurkan pada saat krisis ekonomi terjadi. Dalam situasi ini sikap sederhana yang dilakukan untuk menjaga kemaslahatan masyarakat luas.
Perbedaan perilaku konsumen muslim dan konsumen  konvensional adalah konsumen muslim memiliki keunggulan bahwa harta yang mereka peroleh semata mata untuk memenuhi kebutuhan individual (materi) tetapi juga kebutuhan social (spiritual). Konsumen muslim ketika ia mendapat penghasilan, ia menyadari bahwa ia hidup untuk mencari ridha allah, maka ia menggunakan sebagian hartanya di jalan Allah, tidak ia habiskan untuk dirinya sendiri. Dalam islam, perilaku seorang konsumen muslim harus mencerminkan hubungan dirinya dengan Allah ( hablu mina allah) dan manusia (hablu mina annas).
Selain itu islam memandang harta bukan sebagai tujuan, tapi juga sebagai alat untuk memupuk pahala demi tercapainya falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Harta merupakan pokok kehidupan Surat An-Nisa (4) : 5, yang merupakan karunia Allah surat an-Nisa(4):32. Islam memandang segala yang ada di bumi dan seisinya hanyalah milik Allah, sehingga apa uang dimiliki adalah amanah. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk menyikapi harta benda untuk mendapatkannya dengan cara yang baik dan benar, proses yang benar,  pengelolaan dan pengembangan yang benar.
Sebaliknya, dalam perspektif konvensional, harta merupakan hak pribadi, asalkan tidak melanggar hukum atau undang undang, maka harta merupakan hak penuh pemiliknya. Sehingga yang membedakan adalah cara pandang dalam melihat harta, islam melihat melalui flow concept sementara konvensional melihat dengan cara stock concept.